mekanisme pengaduan dan pelaporan pada komnas ham

Persoalan mekanisme pengaduan dan pelaporan pelanggaran terhadap hak asasi manusia akan menjadi penting ketika prinsip- prinsip HAM hendak kita tegakkan. Tentu tidak banyak persoalan jika suatu Negara melakukan berbagai upaya konkrit untuk memajukan dan melindungi hak asasi. Di Indonesia sendiri telah ada sebuah lembaga Negara yang dibentuk sejak tahun 1993 yang menerima akan pengaduan hak asasi, yaitu komisi nasional hak asasi manusia yang biasa disebut komnas HAM.
Dalam tulisan ini kami hendak memaparkan mekanisme- mekanisme dalam pengaduan dan pelaporan terhadap pelanggaran hak asasi manusia, lebih khususnya dalam pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia.
Pengertian pengaduan dan pelaporan
Pengaduan dalam KUHAP diartikan sebagai pemberitahuan yang disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seseorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya. Sedangkan laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak dan kewajibannya berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadi tindak pidana. Dari penjelasan tersebut perbedaan antara laporan dan pengaduan hanya terletak pada jenis hukum materilnya atau jenis kejahatanya, sedangkan pada dasarnya laporan dan pengaduan sama-sama mengandung pengertian sebagai “pemberitahuan” kepada pejabat yang berwenang.
Dalam hal pelanggaran HAM masalah pengaduan dan laporan diatur dalam UU no 39 tahun 1999 dan UU no 26 tahun 2000. Namun tidak dijelaskan mengenai pengertian dari pengaduan maupun laporan tersebut, kalau kita melihat pada ketentuan dalam UU no 26 tahun 2000 dalam hal tidak diatur dalam UU tersebut maka hukum acara yang berlaku pada kasus pelanggaran HAM berat maka yang berlaku adalah ketentuan dalam KUHAP. Sehingga perbedaan laporan dan pengaduan pada kasus pelanggaran HAM bukan terletak pada jenis perbuatan/kejahatan namun terletak pada pihak yang melakukan pemberitahuan yaitu Pengaduan disampaikan oleh pihak yang dirugikan oleh pelanggaran tersebut dalam hal ini adalah korban. Pengertian korban dalam PP nomor 3 tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi dan Rehabilitasi terhadap korban Pelanggaran HAM berat mendefinisikan korban sebagai “Orang perseorangan atau kelompok orang yang mengalami penderitaan baik fisik, mental maupun emosional, kerugian ekonomi atau mengalami pengabaian, pengurangan atau perampasan hak-hak dasarnya sebagai akibat pelanggaran Hak asasi Manusia yang berat, termasuk korban adalah ahli warisnya. Sedangkan laporan bisa disampaikan oleh siapa saja yang mengetahui telah atau sedang atau diduga akan terjadi pelanggaran HAM, baik itu perorangan maupun kelompok.
PEMBAHASAN
Pengaduan ke Komnas HAM
Sesuai dengan UU No.39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, setiap perbuatan pelanggaran HAM, dapat diadukan ke Komnas HAM. Adapun yang berhak menyampaikan Pengaduan/Laporan Mengenai siapa yang berhak menyampaikan laporan/pengaduan pasal 90 Undang-undang no 39 tahun 1999 menentukan sebagai berikut : Setiap orang dan atau sekelompok orang yang memiliki alasan kuat bahwa hak asasinya telah dilanggar. Orang lain yang mengetahui, melihat, menyaksikan suatu pelanggaran HAM, namun untuk hal ini secara khusus diatur bahwa orang lain yang melaporkan harus mendapat persetujuan dari korban pelanggaran HAM tersebut.Kecuali untuk pelanggaran HAM tertentu menurut pertimbangan KOMNAS HAM tidak harus ada persetujuan dari korban yang bersangkutan.
Pengaduan sebagaimana dimaksud disampaikan kepada komnas ham, baik secara lisan maupun tulisan. Jika dilakukan secara lisan maka laporan tersebut dicatat oleh pejabat yang bersangkutan dan selanjutnya ditandatangani oleh pelapor/pengadu dan pejabat penerima. Sama halnya jika laporan dilakukan secara tertulis maka pelapor/pengadu dan pejabat harus menandatangani surat laporan tersebut, dan selanjutnya pejabat tersebut akan memberikan “ surat tanda penerimaan” Surat tanda penerimaan ini berguna sebagai sarana pengawasan dari masyarakat atau pelapor/pengadu apabila laporan atau pengaduannya tidak di tindak lanjuti.
Namun apabila ingin mengunakan jalur nonlitigasi (alternative) korban dapat melapor atau mengadukan melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi berdasarkan ketentuan Undang-undang no. 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi artinya penyelesaian pelanggaran HAM tersebut tidak dilakukan melaui jalur Hukum (litigasi) namun melalui penyelesaian diluar pengadilan yaitu melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi., namun jika ingin penyelesaian perkara melalui jalur hukum pengaduan atau laporan harus tetap diajukan kepada Komnas HAM.
Perbuatan pelanggaran HAM yang dapat diadukan ke Komnas HAM, sebagaimana diatur di dalam UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia adalah:
a. hak untuk hidup;
b. hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan;
c. hak mengembangkan diri;
d. hak memperoleh keadilan;
e. hak atas kebebasan pribadi;
f. hak atas rasa aman;
g. hak atas kesejahteraan;
h. hak turut serta dalam pemerintahan;
i. hak wanita;
j. hak anak.
CARA PENGADUAN KE KOMNAS HAM
Berdasarkan ketentuan Prosedur Penanganan Pengaduan yang diberlakukan di Komnas HAM pengaduan harus disampaikan dalam bentuk tertulis yang memuat dan dilengkapi dengan:
• Nama lengkap pengadu;
• Alamat rumah;
• Alamat surat apabila berbeda dengan alamat rumah;
• Nomor telepon tempat kerja dan atau rumah;
• Nomor faksimili apabila ada;
• Rincian pengaduan, yaitu apa yang terjadi, di mana, kapan, siapa yang terlibat, nama-nama saksi;
• Fotokopi berbagai dokumen pendukung yang berhubungan dengan peristiwa yang diadukan;
• Fotokopi identitas pengadu yang masih berlaku (KTP, SIM, Paspor);
• Bukti-bukti lain yang menguatkan pengaduan;
• Jika ada, institusi lain yang kepadanya telah disampaikan pengaduan serupa;
• Apakah sudah ada upaya hukum yang dilakukan;
• Dalam hal pengaduan dilakukan oleh pihak lain, maka pengaduan harus disertai dengan persetujuan dari pihak yang merasa menjadi korban pelanggaran suatu HAM (misalnya surat kuasa atau surat pernyataan);
• Jangan lupa membubuhkan tanda tangan dan nama jelas pengadu atau yang diberi kuasa.
Setelah lengkapnya keterangan dan bahan tersebut pengaduan dapat dikirimkan melalui berbagai macam cara, yakni :
a. diantar langsung ke Komnas HAM;
b. dikirim melalui jasa pos atau kurir; atau
c. dikirim melalui faksimile ke nomor : 021-3160629
d. dikirim melalui e-mail ke pengaduan@komnasham.go.id
Jika pengadu tidak dapat menulis, maka dapat meminta bantuan saudara, teman atau orang yang dipercaya untuk membantu membuatkan pengaduan. Pengaduan awal yang dilakukan melalui telepon harus dikonfirmasikan dengan pengaduan dalam bentuk tertulis. Jika membutuhkan bantuan atau informasi lebih lanjut berkenaan dengan penyampaian pengaduan, silakan menghubungi Unit Pelayanan Pengaduan di Nomor Telepon : 021-3925230 ekstension 126.
Komnas HAM saat ini sedang mengembangkan sistem pelayanan pengaduan berbasis teknologi, yaitu online melalui log in ke website Komnas HAM di www.komnasham.go.id Selain itu, dalam rangka mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, Komnas HAM secara bertahap telah mendirikan Perwakilan/Kantor Perwakilan Komnas HAM di daerah. Pada saat ini, Komnas HAM telah mendirikan Perwakilan/Kantor Perwakilan Komnas HAM di daerah seperti di provinsi sumatera barat, Kalimantan barat, papua, nangroe aceh Darussalam, Maluku, dan Sulawesi tengah.
PENUTUP
Pembentukkan Komnas HAM hanyalah salah satu indikator upaya pemerintah dalam menegakkan hak asasi manusia, meskipun dalam perkembangannya masih sangat perlu adanya peningkatan baik kinerja dalam anggota komisi,terutama dalam menyelesaikan masalah-masalah HAM yang belum terselesaikan, tapi setidaknya dengan adanya komisi ini bisa lebih membantu masyarakat untuk mendapatkan keadilan yang melindungi hak-hak manusia. Dan akhir dari tulisan ini mengutip dari pasal 1 DUHAM “ semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam semangat persaudaraan.”

Komentar

  1. MOHON KEADILAN
    Putusan perkara perdata No.13/Pdt.G/2010/PN.DUM,Pengadilan Negeri Dumai,tanggal 23 September,sementara Hakim ketua Majelis Ibu.ULINA MARBUN.SH.MH,Mutasi ke Pengadilan Negeri Pematang Siantar,berdasarkan hasil Rapat TPM,tanggal 23 Juli 2010 dan telah menjadi hakim di sana sejak tanggal 30 Juli 2010.
    Bagaimana dengan putusan seperti ini ?

    Putusan Perkara ini mengakibatkan 2 Bangunan RUKO saya di EKsekusi.

    BalasHapus
  2. Klo pengaduan ke instansi kesehatan (UGD RS Sardjito) krn pelayanan yg tdk brperikemanusiaan, hanya sekedar "yg penting msh hidup". Sehingga pasien n keluarga padien bnr2 seperti disiksa baik secara psikologis maupun fisik. Dan bbrp dokter brsikap gila hormat n mlh "mengusir" klo tidak terima dg pelayanan mrk dg alasan itu rs pendidikan. Bagaimana mrk bs jd dokter yg baik klo kelakuannya seperti itu. Apa jd dokter cm utk nyari uang tanpa ada jiwa kemanusiaan.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Masalah Pendaftaran Jaminan Fidusia

Penyelesaian Perkara Koneksitas

Upaya Hukum Pidana